-->

Workshop Digital Marketing

Meningkatkan Penjualan Melalui Pelatihan Digital Marketing & Content Creation di Pulau Pinang


Pagi itu, langit Pulau Pinang tampak cerah. Di sebuah gedung pelatihan yang terletak tak jauh dari tepian pantai, ratusan peserta sudah tampak berkumpul sejak pukul 8 pagi. Mereka datang dari berbagai latar belakang—pemilik UMKM, konten kreator pemula, reseller online shop, hingga para profesional yang ingin meng-upgrade kemampuan digital marketing mereka. Semua dengan satu tujuan: meningkatkan penjualan melalui kekuatan digital.


Pelatihan yang bertajuk "Digital Marketing & Content Creation for Sales Growth" ini tidak hanya menawarkan teori semata, melainkan praktik langsung yang relevan dengan tren pemasaran saat ini—khususnya di media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. Diselenggarakan selama dua hari penuh, pelatihan ini menghadirkan dua coach digital yang telah lama malang melintang di dunia marketing online: Erwinsyah, seorang digital strategist yang dikenal dengan pendekatan humanisnya, dan Ananto Pratikno, pakar konten kreatif dan iklan berbayar yang telah menangani berbagai brand besar di Asia Tenggara.




Mengubah Mindset: Digital Bukan Sekadar Pilihan, Tapi Kebutuhan

Sesi dibuka oleh Erwinsyah dengan cara yang sederhana namun mengena. "Digital marketing itu bukan hanya soal teknis, tapi soal mindset. Siapa di sini yang masih menganggap jualan online itu cuma pelengkap?" tanya Erwinsyah sambil tersenyum. Beberapa tangan terangkat dengan malu-malu.


"Kalau kamu masih melihatnya sebagai pelengkap, kamu akan tertinggal," lanjutnya. Boom! Kalimat itu seperti membangunkan para peserta. Banyak yang mengangguk, merasa tertampar halus oleh kenyataan.


Erwinsyah membawakan materi tentang strategi organik, dimulai dari membangun kepercayaan audiens, membuat konten yang otentik, hingga bagaimana algoritma bekerja di berbagai platform. Ia menunjukkan bagaimana akun-akun kecil bisa tumbuh besar tanpa iklan, hanya karena value dan konsistensi konten yang kuat.


Salah satu highlight dari sesi ini adalah ketika ia membedah akun Instagram milik seorang peserta yang berjualan kerajinan tangan. Dalam waktu 15 menit, Erwinsyah menunjukkan bagaimana sedikit perubahan pada bio, tone caption, dan visual konten bisa membuat akun tersebut tampil jauh lebih menarik dan profesional.


Content is King, Distribution is Queen

Siang harinya, giliran Ananto Pratikno yang mengambil alih panggung. Dengan gaya yang santai namun penuh energi, ia mengawali sesi dengan satu kutipan yang langsung mencuri perhatian: “Content is king, but distribution is queen, and she wears the pants in the relationship.”


Sesi Ananto berfokus pada strategi berbayar (paid ads)—bagaimana membuat iklan yang tidak terlihat seperti iklan, bagaimana menargetkan audiens secara tepat, dan yang paling penting: bagaimana mengukur hasilnya.


Ia memperlihatkan studi kasus dari beberapa brand lokal yang berhasil meningkatkan penjualannya hingga 10 kali lipat hanya dengan iklan Rp50 ribu per hari. “Yang penting bukan seberapa besar budget kamu, tapi seberapa pintar kamu menggunakannya,” katanya. Banyak peserta yang tampak mencatat dengan serius, dan sebagian lainnya sibuk mencoba langsung di dashboard Meta Ads Manager.


Namun Ananto tak hanya bicara soal angka. Ia menekankan pentingnya emosi dalam iklan. “Orang beli bukan karena logika, tapi karena perasaan,” tegasnya. Ia kemudian mengajak peserta membuat skrip iklan singkat selama 15 menit, lalu beberapa dari mereka berani tampil untuk mempresentasikannya di depan kelas. Suasana ruangan jadi hidup, penuh semangat dan tawa.


Dua Jalur, Satu Tujuan: Penjualan yang Tumbuh Secara Berkelanjutan

Salah satu kekuatan utama pelatihan ini adalah pendekatannya yang seimbang: organik dan paid berjalan beriringan. Kedua coach sepakat bahwa dalam dunia digital marketing modern, tidak bisa hanya mengandalkan salah satu. Konten organik membangun hubungan dan kepercayaan, sementara paid ads membantu menjangkau lebih luas dan mempercepat konversi.


Selama dua hari, para peserta dibekali dengan toolkit lengkap: dari pembuatan konten yang engaging, teknik storytelling, strategi hashtag, hingga retargeting ads. Bahkan, peserta juga diajarkan cara membaca insight dengan bijak agar tidak terjebak pada vanity metrics seperti likes dan views semata.


Ada satu sesi yang sangat menyentuh: saat Erwinsyah meminta peserta menuliskan “alasan terbesar mereka ingin sukses di dunia digital.” Beberapa membagikan jawabannya dengan suara bergetar. Ada yang ingin menyekolahkan anak, ada yang ingin membantu usaha keluarga, ada pula yang ingin mandiri secara finansial karena jadi tulang punggung keluarga. Momen ini membuat ruangan hening dan penuh empati. Ternyata, di balik angka dan strategi, ada harapan dan mimpi besar yang ingin diwujudkan.


Bukan Sekadar Pelatihan, Tapi Gerakan

Menjelang akhir acara, suasana ruangan berubah menjadi seperti komunitas yang hangat. Banyak peserta yang awalnya tidak saling kenal, kini bertukar kontak dan berdiskusi intens. Beberapa bahkan langsung membuat kolaborasi konten dan berjanji akan saling mendukung di media sosial.


Sebelum sesi ditutup, Erwinsyah dan Ananto memberikan “tantangan 30 hari” kepada peserta: membuat konten setiap hari selama sebulan dengan strategi yang sudah dipelajari, baik secara organik maupun berbayar. Mereka juga membuka grup alumni untuk saling berbagi progres dan saling menyemangati.


“Kalian bukan hanya peserta pelatihan, kalian adalah agent of digital transformation,” ujar Ananto dengan penuh semangat. “Pulau Pinang akan jadi saksi, bagaimana kalian bangkit dan memanfaatkan kekuatan digital untuk membesarkan usaha dan mimpi kalian.”


Inspirasi yang Dibawa Pulang

Pelatihan ini bukan hanya tentang belajar teknik baru. Ini adalah tentang percaya diri, tentang menghadapi tantangan digital dengan semangat baru. Banyak peserta yang awalnya bingung bagaimana memulai, kini pulang dengan strategi konkret dan semangat membara.


“Saya dulu takut bikin konten, sekarang malah nggak sabar upload video pertama saya,” kata Farah, seorang ibu rumah tangga yang baru memulai bisnis kue rumahan. “Dulu saya pikir iklan Facebook itu ribet dan mahal, ternyata bisa saya kelola sendiri,” tambah Rudi, pemilik usaha konveksi lokal.


Inilah kekuatan dari pelatihan yang dilakukan dengan hati. Erwinsyah dan Ananto bukan hanya mengajarkan, tapi menginspirasi. Dan Pulau Pinang kini menyimpan cerita tentang ratusan pelaku usaha yang siap menjelajahi dunia digital dengan percaya diri—satu konten, satu klik, dan satu transaksi pada satu waktu. 

0 Response to " "

Preview Sikit laaah

Komunikasi Brand di Era Digital: Integrasi Big Data dan Artificial Intelligence dalam Perspektif Teori Komunikasi

Abstrak Perkembangan teknologi digital mendorong transformasi signifikan dalam praktik komunikasi brand. Artikel ini menganalisis bagaimana ...

Iklan Tengah Atas

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan apa ini....