100 Cerita Perjalanan Ananto: Menikmati Indahnya Kota Hobart dari Gunung Bersalju - Oktober 1995
Hembusan angin dari Kutub Selatan menembus tiga baju dan jaket yang saya kenakan. Fisik produk tipis ini menggigil ketika menginjakkan kaki ke tangga keluar pesawat di Hobart Airport, Tasmania. Bahkan, suhu udara 9 derajat celcius sempat mebuat gigi gemeretak. Saya mengusap-usap tangan untuk menghalau udara dingin. Saya tak berani membayangkan bagaimana kalau mandi nanti.
Perjalanan yang relatif singkat 9,5 jam dari Jakarta ke Hobart, dengan Boeing milik Qantas setelah sebelumnya transit di Sydney dan Melbourne membuat saya tak bisa begitu cepat beradaptasi dengan dinginnya iklim di Hobart.
Namun, ada enaknya juga iklim yang dingin, perjalanan jadi terasa tak terlalu lelah. Mata makin berbinar ketika datang jemputan yang akan membawa saya ke hotel di jantung kota Hobart.
Perjalanan satu jam dari airport ke hotel menyajikan pemandangan yang indah dan nyaman, melewati kawasan elite Bellerive yang disebelah kanannya terdapat Sungai Derwent, melewati Tasman Bridge, jembatan sepanjang 2 km yang membelah kota Hobart menjadi dua bagian sebelah barat dan timur.
Meski membelah jantung kota, saya tak menemukan hiruk pikuk sebagaimana yang kita bayangkan sebagai ibu kota. Bahkan, Hobart terkesan sepi. Penduduk Hobart memang Cuma 181.830 orang.
Ketika malam, tubuh saya makin tak bisa berkrompomi dengan dinginnya udara. Meski memasuki musim semi tetapi suhu uidara masih berkisar 3 sampai 5 derajat Celcius pada malam hari.
Dua selimut biasa, satu selimut yang super tebal dan sebuah electric blanket atau selimut listrik yang dipasang di bawah kasur belum juga meredam dinginnya udara malam. Itu pun masih ditambah pemanas ruangan atau heater. " Gilaaa…dinginnya," komentar saya kepada seorang rekan seperjalanan. Teman saya malah berkomentar , " Wah, kalo gini shalat subuhnya setengah jihad, nih."
Memang benar ada sedikit kendala dalam menjalankan kewajiban lima waktu tersebut, ya dingin itu. Shalat subuh sekitar pukul 5.30, lohor 14.00, ashar 17.00, maghrib 20.45 dan isya pukul 21.30. Coba anda bayangin, kalau pukul delapan malam semua orang sudah pada bilang, " Good evening, Mate." Padahal waktu itu matahari masih terang benderang.
Paginya, saya langsung bergegas untuk berwisata ke puncak gunung berketinggian 1.270 meter dpl,: Mount Wellington. Anda jangan berpikir kami akan jalan kaki kesana . Kendaraan butuh satu jam merayap di jalan yang sudah sampai ke puncak Gunung Wellington.
Gunung Wellinton selalu berselimut salju, kecuali musim panas. Dari puncak gunung ini, kami bisa menyaksikan Kota Hobart dan bermain bola salju.
Segumpal salju dipadatkan kemudian dilemparkan ke badan salah seorang teman dan butir-butir putih itu luluh bertebaran di jaket sang teman tadi, bukannya marah-marah, malah tertawa dan dia balas melemparkan bola salju ke badan saya.
" We're really having a fun, mate, How'd you reckon?" Tanyaku kepada seorang teman. "Yeah, we are. But it a freshing," jawabnya. Memang dinginnya jangan ditanya lagi. Tapi sempat juga lo kami melepas jaket waktu ada teman yang memotret kami. Pokoknya, kami tak bakal melupakan pengalaman bercanda dengan salju.
Esoknya, kami mengadakan city tour yang dipandu oleh seorang guide bule. Asyik juga keliling Kota Hobart yang merupakan kota tertua kedua di Australia sejak Pulau Tasmania ditemukan oleh seorang Belanda bernama Abel Tasman tahun 1642.
Di kota ini masih banyak gedung kuno yang terawat baik, bahkan masih digunakan sebagai gedung pemerintahan, restoran, shopping centre, perkantoran,dll. Gedung-gedung tersebut antara lain Town Hall, City Hall, sederatan gedung di Arthurs Circus, Battery Point, pelabuhan tua Victoria Dock, dll.
Semuanya berpadu apik, antara gedung-gedung tua dan modern. Pertemuan arsitektur modern dan lama membentuk wajah Kota Hobart menjadi fantastik.
Wajah kota yang indah dan nyaman makin lengkap dengan pengelolaan pariwisata profesional.
Sehingga Pulau Tasmania menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik di Australia. Pemda Tasmania mempromosikan pulaunya dengan The Holiday Isle. Pulau ini memang siap untuk wisata, karena bersih, bebas polusi, terawat, displin, dll.
Kami juga menyempatkan diri ke taman yang bertebaran di Kota Hobart, seperti Royal Botanical Garden, Franklin Square, St. David's Park, Abel Tasman Memorial, dan Salamanca Place. Taman terkhir tadi adalah sebuah tempat di tepi pantai Hobart yang menyimpan sebuah pesona dari mulai restoran, kerajinan tangan, konser musik di taman sampai dengan pasar terbuka setiap hari Sabtu. Bahkan, bisa di pakai untuk ngecengin bule-bule yang sedang ber-weekend.
Kemudian yang tak terlupakan ketika berjalan melintasi Elizabeth Mall yang terletak di jantung Kota Hobart. Sebagai layaknya sebuah mall yang menyediakan berbagai fasilitas, mulai restoran, kafetaria terbuka, supermarket, bank dan tempat ini sangat ideal untuk ngecengin anak-anak high school yang sedang menunggu bus.
Elizabeth Mall juga enak untuk istirahat siang sambil lunch. Bangku-bangku istirahat tersedia disekitar mall tersebut. Pokoknya asyik untuk melepas lelah.
Pengalaman lain yang sulit dilupakan waktu kami berkunjung ke Bonorrong Park Wildlife Center, sebuah kebun binatang di sebelah barat Hobart.
Di sana kita bisa menemukan berbagai jenis binatang khas Tasmania, cuma ada di daerah ini. Kanguru-kanguru yang jinak bisa kita dekati bahkan dielus-elus. Ada juga kanguru yang lebih kecil yang disebut wallaby dan di Tasmania terkenal dengan kenneth wallaby.
Koala yang suka tidur dan makan. Binatang ini terkenal dengan sifat pemalunya apabila ada orang yang melihatnya. Selain itu, dikenal sebagai binatang yang selama 16 jam tidur, 6 jam makan dan 2 jam bermain dengan teman-temannya. Dasar tukang makan pakai malu lagi kalau bertemu orang.
Dan yang terkenal dan tidak ada di tempat lain adalah tasmanian devil atau setan Tasmania. Disebut demikian, karena perangainya yang selalu marah dalam setiap suasana dan selalu berkelahi dengan teman-temannya baik waktu mau makan, tidur, dll.
Dia adalah binatang pemakan daging dengan menggunakan taringnya yang kuat, sehingga bisa memakan tulangnya sekaligus.
Juga bisa dilihat berbagai macam burung, itik, dll, serta burung terbesar di dunia dan termahal yaitu Emu. Burung ini tingginya sekitar 2 meter dan mempunyai harga jual tinggi. Telurnya saja bisa dijual dengan harga 700 dolar Australia atau sekitar satu juta rupiah.
Malamnya tak dilewatkan untuk menikmati suasana Hobart. Salah satu tempat umum yang dikunjungi adalah Wrest Point Hotel Casino. Merupakan pusat judi pertama yang dilegalisasikan oleh pemerintah Australia. Memang, kita nggak main judi disana, hanya untuk melihat-lihat apa sebenarnya yang ada di Kasino tersebut. Banyak mesin-mesin permainan dan berbagai bentuk permainan judi yang tersedia disana.
Ada teman dari Australia yang bilang ke saya, " Look at the people coming into the casino, they look cheerful. But check it out to the people coming out, they look cranky." Saya buktikan sendiri kata-kata teman dari Australia itu. Setiap orang yang baru masuk ke kasino tampak gembira tapi yang pulang wajahnya banyak yang "ditekuk".
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Hobart juga tergolong tinggi dengan tersedianya berbagai fasilitas di rumah-rumah mereka seperti mobil, telepon, video, microwave, dll.
Bahkan suatu hal yang aneh apabila sudah dewasa tetapi tidak punya mobil. Karena harga mobil relatif murah bahkan dalam satu rumah bisa terdapat 3 sampai 4 mobil untuk anak-anak mereka.
Tetapi anak-anak tersebut membelinya dengan uangnya sendiri. Caranya, selama liburan musim panas selama tiga bulan mereka bekerja di berbagai tempat dan uangnya cukup untuk membeli sebuah mobil.
0 Response to "100 Cerita Perjalanan Ananto: Menikmati Indahnya Kota Hobart dari Gunung Bersalju - Oktober 1995"
Post a Comment